Tulisan Sebelum Berangkat ke Konferensi

Tersebutlah acara 5 tahunan paling bergengsi di bidang Kehutanan akan diselenggarakan kurang dari 4 hari ke depan. Hampir semua ahli di bidangnya hadir untuk bertukar gagasan melalui diseminasi hasil risetnya beberapa tahun belakangan. 

Anak kecil yang usianya lebih dari seperempat abad ini tentu saja penasaran. Awalnya, ia hanya mendengar senior-seniornya saling melempar doa yang kurang lebih “Tahun depan kita meet up di Stockholm, ya.” Tentu saja, anak kecil ini tidak dilempari doa. Siapa dia? Hanya asisten yang masih terlalu muda dan belum punya karya sendiri. Pikirnya kala itu.

Jangkan kepikiran untuk ikut serta, tahun depan mau ngapain saja belum ada gambaran. Tidak menyangka bahwa beberapa bulan berikutnya, anak kecil tersebut diumumkan diterima beasiswa negara di salah satu kampus di Eropa. Dengan modal nekat, mendaftarlah ia di perhelatan itu. Ia merogoh kocek pribadinya, membongkar seluruh tabungan bating tulangnya selama dua tahun. Ia pikir, bertemu dengan guru-guru yang selama ini hanya ia baca karyanya, akan membukakan pintu-pintu ilmu yang lebih besar.

Saat ini, anak kecil yang bicaranya masih terbata-bata itu sedang deg-degan. Ia dibuat tidak bisa tidur semalaman karena e-mail dari penyelenggara yang datang berturut-turut, menegaskan bahwa ia benar-benar akan menghadiri acara tersebut. Belum lagi tadi malam, seorang profesional senior mengontaknya, bahkan memberi nomor pribadinya, menanyai apakah bisa bertemu untuk sekedar mengobrol sebelum konferensi dimulai. Pesan satu halaman yang membuat jantung anak itu hampir lepas.

Bagi sebagian orang, perhelatan semacam ini mungkin biasa saja. Apalagi siapapun bisa datang asal punya uang dan waktu. Bagi anak ini, perhelatan ini begitu istimewa. Harganya sangat mahal. Selain dibayar dengan mata uang yang tidak sedikit, ia juga harus membayarnya dengan menunda waktu kuliahnya dengan risiko tidak lulus bersama teman-teman sejawatnya. Meski ia belum punya karya untuk ditunjukkan pada dunia, setidaknya anak ini yakin, satu langkah kecil ini akan membawa ke langkah-langkah kecil yang lain. Hingga akhirnya, saat ia menengok ke belakang, langkahnya sudah sangat berbeda. Ia berubah ke arah yang lebih memberi manfaat. Bagi dirinya sendiri, dan ilmu yang ia tekuni.

Bismillah. Biidznillah.


Comments

Popular Posts